Koran Transaksi

Kebenaran Diatas Segala-galanya

Archive for November, 2009

UU 22/2009 Tentang Lalu Lintas Tak Pasang Plat Nomor Denda Rp. 500 Ribu

Posted by korantrans pada November 13, 2009

Trans, Jakarta: Sanksi pelanggaran lalu lintas di jalan raya semakin berat. Dalam undang-undang tentang lalu lintas yang terbaru, sanksi denda naik sekitar 10 kali lipat dengan kisaran Rp 250 ribu hingga Rp 1 juta.

Berdasarkan undang-undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas yang disahkan DPR pada tanggal 22 Juni 2009, terdapat beberapa sanksi yang dikenakan bagi pelanggaran lalu lintas,  diantaranya setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta (Pasal 281).

Kemudian, setiap pengendara kendaraan bermotor yang memiliki SIM namun tak dapat menunjukkannya saat razia dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 288 ayat 2).

Setiap pengendara kendaraan bermotor yang tak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 282).

Setiap pengendara sepeda motor yang tak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, lampu utama, lampu rem,klakson, pengukur kecepatan, dan knalpot dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 285 ayat 1).

Setiap pengendara mobil yang tak dilengkapi kelayakan kendaraan seperti spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu rem, kaca depan, bumper, penghapus kaca dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 285 ayat 2).

Setiap pengendara mobil yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 278).

Setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat 1).

Setiap pengendara yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat 5).

Setiap pengendara yang tak memiliki Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu (Pasal 288 ayat 1).

Setiap pengemudi atau penumpang yang duduk disamping pengemudi mobil yang tidak mengenakan sabuk keselamatan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 289).

Setiap pengendara atau penumpang sepeda motor yang tak mengenakan helm standar nasional dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 291).

Setiap pengendara sepeda motor yang akan berbelok atau balik arah tanpa memberi isyarat lampu dipidana dengan kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu (Pasal 294). (Doddy SP)

Posted in Trans Kota | Leave a Comment »

Penyelundupan Tekstil Kian Marak

Posted by korantrans pada November 13, 2009

Trans, Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan , menjelang lebaran lalu 200 kontainer berisi produk tekstil diselundupkan, sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar rp 100 miliar. Bahkan, kini di pelabuhan cina dan singapura, sebanyak 197 kontainer tekstil ilegal siap diberangkatkan ke indonesia.

Data berdasarkan hasil penyelidikan API yang dilansir belum lama itu tentu sangat memprihatinkan. Dengan gampangnya, gelombang demi gelombang tekstil selundupan menerjang pelabuhan Indonesia, untuk kemudian bertebaran di pasar domestik. Perkembangan ini jelas bisa menghancurkan produksi tekstil dalam negeri.

Sudah begitu, modus penyelundupannya pun kian bervariasi. Contohnya, kasus penyelundupan tiga kontainer berisi tekstil yang baru-baru ini dibongkar pihak Bea dan Cukai Merak, Banten. Produk tekstil sebanyak 22 koli dan 97 rol dari Korea itu ternyata dicampur dengan barang yang dikatakan diimpor secara pribadi.

Kasus ini terungkap tatkala aparat Bea dan Cukai Merak mencurigai kedatangan tiga kontainer yang dikabarkan berisi barang-barang impor pribadi melalui agen berbendera PT Amin Sejahtera. Bagaimana mungkin barang yang diimpor secara pribadi bisa sebanyak itu? Tiga kontainer yang diangkut kapal itu masuk melalui pelabuhan peti kemas milik PT Indah Kiat di Anyer, Banten.

Petugas bea cukai lantas mengharuskan barang impor itu melalui prosedur pemeriksaan jalur merah. Artinya, barang-barang itu harus diperiksa secara fisik, tak sekadar memercayai dokumen impor belaka. Ternyata, “Barang-barang impor pribadi itu dicampur dengan tekstil,” kata Kepala Bea dan Cukai Merak, Hendry Sijabat.

Pihak bea cukai pun mengecek sekaligus melacak importirnya serta perusahaan ekspedisi muatan kapal laut PT Amin Sejahtera yang mengangkut barang-barang itu. Tak tahunya, alamat PT Amin Sejahtera fiktif. Jadilah, “Sampai kini tersangka kasus penyelundupan ini belum ketemu,” ujar Hendry Sijabat. Dugaan sementara, kasus ini mengakibatkan negara rugi sebesar Rp 1,5 miliar.

Menurut Toto Dirgantoro, staf Ahli Kepelabuhan dan Kepabeanan di API, sesungguhnya kasus penyelundupan tiga kontainer di Merak hanya semacam uji coba untuk mengetes secara langsung tingkat keamanan di Pelabuhan Merak. Kalau ternyata gagal, berarti pelabuhan itu tergolong ”merah” alias tak perlu dijadikan tempat tujuan barang tekstil selundupan.

Dengan begitu, mesti dicoba pelabuhan lain di Indonesia. Uji coba secara konkret dan langsung ini, menurut Toto, menjadi penting dan mendesak. Soalnya, di pelabuhan Cina dan Singapura kini dikabarkan ada sebanyak 197 kontainer berisi barang tekstil selundupan yang siap dimasukkan ke Indonesia.

Mungkinkah gelombang raksasa tekstil selundupan ini bisa digagalkan oleh aparat bea cukai sebagaimana kasus penyelundupan tiga kontainer tekstil di Merak? Inilah yang amat dikhawatirkan oleh API. Sebab, menjelang Lebaran saja sekurang-kurangnya sudah 200 kontainer berisi tekstil selundupan masuk ke sini dengan leluasa.

Dari rentetan kasus penyelundupan tekstil, terbukti hanya sedikit kasus yang bisa diungkap oleh bea cukai, misalnya kasus penyelundupan 12 kontainer tekstil melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya (Jawa Timur), pada Juni 2003. Lantas, kasus penyelundupan 14 kontainer tekstil lewat Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, pada Agustus 2003 dan Oktober 2003. Kedua kasus ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 7 miliar.

Ada lagi beberapa kasus penyelundupan tekstil yang masuk melalui Pelabuhan Belawan, Batam, dan Tanjung Balai Karimun. “Semua tekstil selundupan berasal dari Singapura, Korea, dan Cina,” tutur Toto Dirgantoro.

Modus kasus penyelundupan tekstil melalui Surabaya berbeda dengan modus kasus penyelundupan di Merak. Sebanyak dua kontainer tekstil selundupan di Surabaya, contohnya, masuk dengan menggunakan fasilitas importir produk tekstil. Ini berarti, bahan tekstil tersebut dinilai boleh dibawa langsung dari pelabuhan ke pabrik si importir, karena akan diolah kembali untuk dijadikan produk tekstil siap jual.

Namun, petugas bea cukai tak percaya begitu saja. Dua kontainer itu lalu diikuti. Ternyata, dua kontainer itu masing-masing dibawa ke pusat perdagangan pakaian di Cempaka Mas (Jakarta) dan ke Bandung. Ini berarti bahan tekstil tadi bukan untuk diproduksi lagi, melainkan dijual langsung ke pasar.

Petugas segera menyergap masing-masing kontainer itu. Ketika diperiksa, tak tahunya isi kontainer itu tinggal separuhnya. Berarti, separuhnya lagi sudah dilepas di perjalanan.

Petugas juga memeriksa kembali surat-surat barang impor, yang disebutkan sebagai milik seorang pengusaha Korea, Kim Hyung-kie. Lagi-lagi ketahuan bahwa tanda tangan pejabat bea cukai di surat-surat ini pun terbukti dipalsu. “Modus penyelundupan ini dilakukan dengan memalsu dokumen bea cukai,” ucap Toto.

Ketika disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kim Hyung-kie mengaku memang mengelabui pemeriksaan bea cukai dengan memalsukan tanda tangan seorang pejabat bea cukai agar barang impor ilegal itu lolos dari pemeriksaan. Urusan itu, menurut Kim di pengadilan, diserahkannya kepada Agustinus Senong, seorang agen yang biasa mengurus pajak dan dokumen bea cukai bagi barang-barang impor milik Kim.

Di Surabaya, sebenarnya ada lagi satu kasus penyelundupan tekstil yang lebih seru. Kasusnya terjadi pada September 2003, menyangkut tujuh kontainer berisi garmen dari Cina senilai Rp 3,5 miliar. Ternyata, garmen ilegal ini kemudian diangkut dengan kereta api dari Surabaya ke Jakarta, untuk kemudian dilepas di pasaran di Mangga Dua dan Cempaka Mas.

Kasus serupa terjadi pula melalui Pelabuhan Benoa, Bali. Dari enam kontainer yang dicurigai, ternyata sebanyak 30% isinya tak lain adalah garmen ilegal, yang dicampur dengan suku cadang kendaraan bermotor. Kini, barang-barang selundupan dari Bali dan Surabaya tadi masih ditahan di gudang milik bea cukai. Soalnya, hingga sekarang tak ada importir yang mau mengakui sebagai pemilik barang tersebut.

Menurut Toto Dirgantoro, bila dirunut ke belakang, ternyata para importir pelaku penyelundupan telah mengantongi fasilitas bebas bea masuk dari pemerintah. Ini karena mereka menyatakan sebagai produsen sekaligus importir khusus yang akan mengimpor barang modal ataupun bahan baku untuk produksi tekstil. Dengan demikian, barang impor mereka bisa melalui prosedur pemeriksaan jalur hijau di pelabuhan alias tak diperiksa lagi kebenaran fisiknya. Padahal, barang impor mereka ternyata produk tekstil yang siap dijual. (Tim Trans

Posted in Trans Nasional | 1 Comment »

Polisi Pemeras Direktur Divonis 1 Tahun Penjara

Posted by korantrans pada November 13, 2009

Trans, Jakarta: Oknum polisi AKBP Andi Susilo dan Komisaris Polisi (Kompol) Heriadi Rozak bersama Chairul Yahman Alias Rendy (Sipil), terlihat tidak bisa berkutik sejak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ade Solehuddin SH, yang digantikan JPU Shofia,  Marissa SH mengajukan tuntutannya.

Lebih tidak berkutik lagi, ketika majelis hakim yang diketuai oleh Purwanto SH MHum, yang didampingi hakim anggota Eko Supriyono SH MAP dan Kamaruddin Simanjuntak SH menjatuhkan vonis selama 1 tahun penjara, dikurangi masa tahanan dan membayar ongkos perkara sebesar Rp. 2.000,-, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Modus operandi yang dilakukan oleh ketiga terdakwa, AKBP Andi Susilo, Komisaris Polisi (Kompol) Heriadi Rozak bersama Chairul Yahman Alias Rendy itu juga tergolong unik. Hanya berdasarkan surat tugas dari Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, ketiga terdakwa datang dan menjumpai Frandy Zhung yang merupakan Direktur Utama (Dirut) di PT Lintas Buana Sentosa, untuk melakukan penangkapan terkait tindak pidana korupsi.

Karena takut, Dirut PT Lintas Buana Sentosa Frandy Zhung akhirnya mengajak ketiga terdakwa ke Rumah Makan Garuda yang berlokasi di Kelapa Gading Jakarta Utara, untuk melakukan negosiasi (perdamaian). Pada saat itu ketiga terdakwa ternyata meminta uang tebusan sebesar Rp. 100 juta, agar kasus tersebut tidak akan diterbitkan di permukaan bumi. Namun, Dirut PT Lintas Buana Sentosa Frandy Zhung hanya bisa memberikan uang sebesar Rp. 60 juta.

Rabu (28 Oktober 2009) pukul 15.00 Wib, Majelis Hakim yang diketuai oleh Purwanto SH MHum, yang didampingi hakim anggota Eko Supriyono SH MAP dan Kamaruddin Simanjuntak SH, pada sidang yang berlangsung  Rabu (28 Oktober 2009) pukul 15.00 Wib, mengatakan bahwa perbuatan ketiga terdakwa yakni AKBP Andi Susilo, Komisaris Polisi (Kompol) Heriadi Rozak bersama Chairul Yahman Alias Rendy telah terbukti bersalah dan melanggar pasal 374 KUHP tentang penggelapan dan pasal 379 KUHP tentang penipuan ringan.

Atas dasar itu, majelis hakim pun menjatuhkan hukuman pidana selama 1 tahun penjara dikurangi masa tahanan, membayar ongkos perkara sebesar Rp. 2.000,- serta menyatakan agar ketiga terdakwa tetap ditahan.

Begitu mendengarkan keputusan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ade Solehuddin SH yang digantikan oleh JPU Shofia Marissa SH mengatakan,  pikir-pikir kepada majelis hakim. (Aston)

Posted in Trans Vonis | Leave a Comment »

Lurah Ancol Dinilai ‘Super Rakus’ dan Memalukan

Posted by korantrans pada November 13, 2009

Trans, Jakarta: Pemerintahan di wilayah Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, sedang kacau balau. Dewan Kelurahan, Pengurus RT, RW, dan masyarakat menyatakan mosi tidak percaya kepada Alawi Alhadad selaku Lurah Ancol. Pasalnya, lurah dinilai tidak punya kapasitas jadi pemimpin.

Akibat tidak becusnya Alawi Alhadad sebagai lurah, Dewan Kelurahan Ancol pun mengajukan surat permohonan audiensi kepada Walikota Jakarta Utara, untuk menyampaikan beberapa aspirasi masyarakat Kelurahan Ancol.

Walikota Jakarta Utara saat menerima Dewan Kelurahan Ancol (18/6-09) mengatakan, tuntutan Dekel agar Lurah Ancol diganti sangat dapat dimengerti, mengenai penggantian lurah ada prosedurnya. Walikota berjanji akan melakukan infestigasi mengenai kinerja lurah dan ini butuh waktu, selanjutnya walikota juga mengingatkan, jangan gara-gara kinerja lurah yang ngak benar masyarakat jadi korban. Untuk itu walikota mengingatkan Dekel harus dapat menciptakan suasana kondusif dimasyarakat.

Tindakan kepemimpinan memalukan dari Lurah Ancol, salah satunya  tentang penyaluran beras miskin (Raskin). Sebab, dua kali penyaluran kepada masyarakat jumlahnya tidak sesuai dengan jatah yang diterima dari Bulog, bahkan selisihnya cukup mengagetkan..

Berdasarkan Berita Acara Serah Terima Raskin No. 16/RASKIN/Jak-UT/03/2009, misalnya Satker Raskin Divre DKI Jakarta, raskin standar bulog yang diserahkan sebanyak 27.030 kg untuk 1.802 RTS-PM. Namun, yang sampai kepada menjadi 1.002 kg. Artinya, 800 kg hilang entah kemana.

Terkait masalah ini, Sekretaris Lurah Ancol, Sugeng Wibowo, juga ikut kerepotan dan terpaksa membuat surat pernyataan jaminan. Pasalnya, penyelesaian/pelunasan raskin tersebut juga bermasalah.

 

Lurah Alawi Alhadad juga bermasalah dengan pengurus RT dan RW, karena pernah dimintai bantuan berupa barang, termasuk pemotongan uang operasional RT dan RW selama 10 bulan Rp 25.000,-/RT dan Rp 35.000,-/RW,  dengan alasan untuk setoran ke BAZIS Kota Administrasi Jakarta Utara. Pengurus RT/RW juga mempertanyakan  uang operasional yang dipotong itu, dengan jumlah total Rp 15 juta,  apakah benar disetorkan oleh Lurah?

Dalam hal pelayanan kepada masyarakat, termasuk kepada Dewan Kelurahan sebagai mitra kerja, pengurus RT dan RW, yang dilaksanakan oleh Lurah Alawi Alhadad tergolong sangat buruk. Akibatnya, permasalahan di tengah warga terus menumpuk.

Seperti yang dialami warga RW. 05. Pengurus RT / RW. 05 berkirim surat audensi ke Lurah terkait adanya surat pemberitahuan dari Pengelola Ruko Grand Boutique Center (GBC) kepada Ketua RT dan RW tentang pemagaran tembok Komplek GBC. Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan dari lurah. Masalah pengosongan pedagang PKL di lingkungan GBC, sesuai surat dari  Pengelola Ruko GBC  kepada pedagang di komplek  GBC, juga tidak ditanggapi.

Warga RW 08 pun mengungkapkan rasa kecewaanya. Sebab, surat pengaduan/laporan Pengurus RW. 08 kepada Lurah Ancol tentang masalah bilyar, sampai saat ini belum ditanggapi oleh Lurah. sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

RW 01 juga mengalami terkait PAUD di RW 01 didirikan pada periode Ketua RW. 01, Warid Wariyadi, namun diabaikan oleh ketua RW yang baru , Iwan Setiawan. Selanjutnya pengurus PAUD melapor ke Lurah baik lisan inaupun tertulis, namun Lurah  tidak dapat mcnyeesaikan. Akhirnya wakil lurah yang mcnyclcsaikan masalah PAUD RW 01, dengan tekhnis Ketua RW O1 membentuk PAUD baru bertempat di Sekretariat RW 01. PAUD yang pertama tetap jalan, sehingga PAUD di RW 01 ada dua dan pengurusnya kurang harmonis.

Lain lagi dengan permasalahan di RW 04. Di wilayah ini ada sengketa antar warga pemilik Ruko di Jalan RE. Martadinata, Kelurahan Ancol terkait pengurukan jalan, pos keamanan. taman dan parkir mobil. Masalah tersebut akhirnya sampai ke tingkat Gubernur DKI Jakarta dan sudah masuk ke ranah hukum. Seharusnya masalah ini tidak perlu sampai di tingkat Gubernur,  seandainya dalam penenganannya dilaknakan scsuai aturan yang berlaku pada tingkat bawah (kelurahan).

Staf  Kelurahan ternyata ikut mengeluh dengan kepemimpinan Lurah Ancol Alawi Alhadad. Sebab, umumnya staf kelurahan bekerja merasa kurang nyaman. Bahkan, staf  kelurahan bagian KTP sedang mengajukan surat pindah karena tidak mampu menyediakan rokok Jie Sam Sue 10 bungkus/hari yang di minta oleh lurah.

Dewan Kelurahan Ancol merasa prihatin dan menyesalkan, ketika selalu
banyak   mendengar laporan dari pengurus RT dan RW serta masyarakat baik lisan/tertulis, tentang kinerja Lurah. Dewan Kelurahan juga sangat menyesalkan sikap lurah ketika minta tanda tangan, untuk kepentingan pengajuan DURK PPMK tahun 2009 dan kepentingan AUDIT PPMK tahun 2002 – 2008,  terkcsan di hambat.

Dewan Kelurahan pun tampaknya tidak bisa lagi bekerjasama dengan Lurah Alawi Alhadad. “Untuk menghindari timbulnya masalah di masyarakat Kelurahan Ancol yang lebih berkepanjangan, serta untuk terciptanya kondusifitas masyarakat agar kiranya Lurah Alawi Alahadad Sip diganti,” demikian pewrnyataan Dewan Kelurahan Ancol, yang diketuai oleh A Dahlan SAP , didampingi Wakil Ketua Dewan Kelurahan Sukirno (5/11) kepada Koran Transaksi, saat dijambangi dirumahnya.

Menanggapi laporan miring tentang kinerja Lurah Ancol Alawi Alhadad S.ip, koran ini berupaya melakukan konfirmasi kekantor Kelurahan Ancol, namun setelah ditunggu berapa jam lamanya lurah tidak kunjung hadir diruangannya kendatipun mobil dinas ada parkir didepan rumah dinas. Menurut beberapa staf kelurahan yang ditemui mengatakan, sejak adanya perseteruan DEKEL dengan Pak Lurah, pak lurah jarang ada diruangan. Bahkan pelayanan banyak dilakukan dirumah dinas.

Lebih lanjut ujar sumber yang berkempeten mengatakan, disamping kinerja Lurah yang tidak mengerti akan TUPOKSI, sehingga lurah berbuat seenaknya. Diantaranya yang sangat memalukan adalah adanya unsur kesengajaan melakukan rekuitmen tenaga kerja PHL tanpa terlebih dahulu meminta izin Camat Pademangan selaku atasannya. Seperti 2 orang tenaga kerja PHL Sri Rahmah orangnya sudah meninggal dunia digantikan dengan anaknya bernama (Rizka) dan Asyari sudah lama keluar digantikan oleh keponakannya. Anehnya dalam laporan dan pengambilan honor Alawi A;lhadad S.Ip, tetap saja membuat laporan orangnya yang sudah meninggal dan tidak bekerja dan gaji diberikan kepada anak dan keponakannya.

Ketika dikonfirmasi kepada Camat Pademangan Drs Sukatmo melalui cellulernya mengatakan, mengenai kinerja Kepala Kelurahan Ancol, yang dilaporkan oleh DEKEL, sudah ada kata sepakat dan diselesaikan secara internal di kelurahan. Adapun mengenai sanksinya, kami sudah berkali kali memberitahukan atasan yaitui walikota Jakarta Utara,  sekaligus menegurnya kan Camat tidak berhak memecat?.

Lebih lanjut ujar Camat Sukatmo menegaskan, mengenai laporan mosi tidak percaya para dari RT, RW, Dewan Kelurahan, dan Tokoh masyarakat, kami belum tahu. Namun selaku atasan, tentunya akan membuat laporan kepada Bapak Walikota Jakarta Utara agar diambil langkah kebijakan agar menjaga konflik antara Lurah dengan Dekel dan pengurus RT/RW, serta Tokoh masyarakat tidak berkepanjangan. (SHB/Daniel)

Posted in Trans Kota | Leave a Comment »

Pasaman Cerdas 2010 Bakal Tercapai

Posted by korantrans pada November 13, 2009

Trans, Lubuk Sikaping: Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasaman akan terus konsisten membuka seluas- luasnya kesempatan bagi masyarakat menuntut dan menambah  ilmu pengetahuan. Hal ini dimaksudkan agar Program Pasaman Cerdas 2010 dapat tercapai.

“Menuntut ilmu itu tidak ada batasnya,” ujar Bupati Pasaman H Yusuf Lubis SH MSi saat membuka Pelaksanaan Program Keaksaraan Fungsional (KF), di Gedung Kogusda II, Kecamatan Rao, belum lama ini. Turut hadir dalam kesempatan itu, antara lain Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pasaman DR Yahya MPd, Kepala Kantor Kesbangpol Indra Berty, Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Barat diwakili Kepala Bidang PLS Desy Sulistina SE.

Pada kesempatan itu Yusuf Lubis kembali menegaskan bahwa visi dan misi Pemkab Pasaman, yaitu terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan sumber daya yang ada.

Kabupaten Pasaman hingga saat ini masih memiliki sekitar 7000 orang penyandang buta aksara (Data Desember 2008). Namun, kecendrungan penurunan angka buta aksara dari tahun  ke tahun  telah menumbuhkan optimisme bahwa target penurunan angka buta aksara (masyarakat yang tidak bisa  tulis dan membaca dari usia 15 tahun ke atas)  menjadi 5 % pada akhir 2009 dapat tercapai.

“Hal itu tentu saja harus dilakukan dengan kerja keras dan konsisten yang disertai dengan inovasi dan kreativitas dari semua lembaga dan organisasi untuk ikut serta menuntaskan buta aksara,” kata Yusuf Lubis.

Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pasaman DR Yahya MPd  menyebutkan bahwa Pasaman Cerdas 2010 akan tercapai, apabila seluruh komponen dan stakeholder saling mendukung. Apalagi program pendidikan adalah salah satu prioritas pembangunan di Kabupaten Pasaman.

“Pendidikan sebagai hak azasi manusia tercantum pada UUD pasal 28 C ayat (1) tentang setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi  seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan ummat manusia,” ujarnya.

Di sisi lain, Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Kabupaten Pasaman Dra Enceria Damanik M.Ed, menjelaskan bahwa tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah membangun keaksaraan penduduk dewasa yang belum bisa  membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi dalam bahasa nasional.

Dia memaparkan, Kabupaten Pasaman merupakan salah satu dari 19 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sumatera Barat, dengan luas wilayah 3.947,63 km2, mempunyai 12 kecamatan dan 32 nagari. “Sebagian besar masyarakat kita tinggal di daerah pedesaan seperti petani kecil , buruh, pengangguran , dan kelompok masyarakat miskin. Mereka juga tertinggal dalam hal pengetahuan, keterampilan serta sikap mental pembaharuan dan pembangunan,” katanya.

Kepala Bidang PLS Dinas Pendidikan Propinsi  Sumatera Barat Dra Dessy Sulistina SE menambahkan, dasar hukum pelaksanaan program keaksaraan sangat kuat, di antaranya yaitu UUD 1945, UU Ni. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Perecepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajardikdas) dan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA) serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tahun 2006 tentang Acuan Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajardikdas dan Pemberantasan Buta Aksara.

“Maka dengan dasar yang kuat inilah kita sangat komit untuk melaksanakan berbagai program di bidang pendidikan di Propinsi Sumatera Barat pada umumnya,  dan khususnya di Kabupaten Pasaman,” tegas Dessy Sulistina. (Ismet)

Posted in Trans Sumbar | Leave a Comment »